Senyum, bahkan ketika akan mati ?
Beberapa hari ini, di media massa menyiarkan beberapa berita yang memilukan hati. Berita ttg korban akibat ledakan bom di hotel JW Marriot, sampai vonis mati Amrozy. Sesuatu yg menyebabkan tercabutnya nyawa dari tubuh seseorang, kadang membuat hati kita sedih. Apalagi bagi mereka yg mengenal dekat dgn korban. Tak terbayangkan kesedihan yg dia rasakan. Kehilangan sahabat dan orang yg dicintai, adalah sesuatu yg berat. Bagi yg pernah merasakan terpisahkan dari orang yg dicintai akibat kematian, akan memaklumi kenapa orang-orang yg ditinggalkan terlihat begitu sedih.
Bagi yg mengalami kematian sakit akibat kematian mungkin hanya sesaat, hanya ketika malaikat maut mencabut nyawanya. Dan setelah itu berhadapan dgn malaikat penjaga kubur. Namun bagi orang yg di tinggal mati butuh waktu lebih lama lagi.
Kematian tidaklah selalu membuat orang bersedih hati, terbukti dgn Amrozy, dia di vonis mati tetapi dia malah tersenyum dan tertawa lebar. Ada apa dgn Amrozy ? Apakah syaraf sedihnya sudah rusak sehingga dia hanya bisa tersenyum ? Bukan. Amrozy sepertinya bukan tipe orang yg mengalami gangguan syaraf. Dia waras seratus persen.
Amrozy damang, teu nanaon. Bagi yg mengikuti persidangannya tentu akan maklum, kenapa Amrozy seperti itu. Ternyata dia salah satu orang yg memandang dunia ini hanya tempat main-main belaka, semacam gerbang menuju surga, dunia dan isinya tidak sedikitpun menyilaukan dia, istri dan anak, bukanlahlah suatu yang memberatkan hati.
Bagi seorang Amrozy, kehilangan harta yg tidak ternilai, yaitu nyawa sendiri, tidaklah menjadi suatu masalah yg besar yg memberatkan hatinya. Jadi wajar saja dia bersikap seperti itu. Bandingkan dgn beberapa orang yg lain, kehilangan ayam saja bisa ribut sekampung. Yg silau akan kehidupan dunia.
Saya tidak meminta supaya kita jadi Amrozy Amrozy lain, bisa ditangkap saya nanti, dianggap teroris. Tapi ada sedikit pelajaran dari Amrozy, supaya kita siap setiap saat untuk kehilangan, bahkan nyawa sekalipun, karena pada hakikatnya apapun milik kita di dunia ini hanya titipan, suatu waktu akan diambil oleh-Nya.
Ada kehilangan ada juga sementara hrs berpisah, seperti berita ttg Hegel. Beberapa hari dia di culik dan disekap di sebuah hotel, terbayang bagaimana Ibu Hegel. Mungkin dia menangis terus-meneus, sakit, bingung, dsb. Tapi ternyata Allah masih berkehendak lain, Hegel kembali dgn selamat, kita bisa melihat reaksi Ibunya, senang sekali, tersenyum penuh kebahagiaan.
Kita kudu siap menghadapi adanya perpisahan dan kehilangan. Bahkan berpisahnya raga dgn nyawa sekalipun. Apalagi hanya perpisahan sementara, bukan kehilangan. Hanya ada satu cara supaya kita kuat mengatasi keduanya yaitu, sabar (usaha dan do'a).
Karena sabar tiada pernah ada batasnya.. Dan kembali tersenyum ceria...:))).