Hormat
Aman dan Amin, merupakan kembar identik. Aman lahir lebih dulu lima menit dari Amin. Mereka hidup di kampung, di besarkan dari keluarga yg tidak kaya, tapi disebut miskin pun tidak. Sejak kecil baju dan semua perlengkapan mereka selalu sama. Orang-orang kampung sulit membedakan mana Aman dan mana adiknya, bahkan ayahnya pun kadang salah membedakan si kembar, hanya Bu Yati, ibunya saja yg mengenali perbedaannya. Itu juga bukan dari perbedaan fisik namun dari segi sifat, yg sedikit agak berbeda, maklum hampir tiap detik selalu mengawasinya.
Itu dulu, sekarang Aman dan Amin, sangat mudah di bedakan. Ketika hari raya lebaran tiba, keduanya akan kumpul di rumah orang tuanya. Aman selalu berpakaian safari, sepatu mengkilat dan rambut licin, kemana-mana mobil sedan keluaran terbaru selalu menyertainya, orang-orang pun segan untuk memanggil Kang Aman, melainkan Pak Aman. Menurut bisik-bisik ada orang kampung yang pernah memanggil Akang dan Aman sama sekali tidak menanggapinya, sehingga orang pun sejak saat itu segan untuk memanggil Akang, seperti ketika muda dulu. Jadilah bapak Aman, yang mahal senyum, agak angkuh tapi akan mudah mengeluarkan banyak uang untuk menyumbang kampung kelahirannya, apabila angin baik sedang menimpanya. Amin, tetaplah seperti dulu, orang-orang tetap memanggil Kang Amin, yang selalu ramah, senyum selalu menghiasi bibirnya, ketika dia bicara kesetiap orang yg menyapanya. Dia selalu santun kepada anak kecil maupun yang tua, dia tidak memakai sepatu mengkilat seperti Aman, tetapi sandal kulit buatan Tasik, berkopiah hitam dan baju koko. Hidupnya sederhana, hanya bekerja sebagai petani dan mengurus mesjid, dan hampir tidak pernah kemana-mana, karena harus mengurus kedua orangtuanya yang sudah jompo. Beda dengan kakaknya yg sudah keliling ke hampir setiap kota besar di Indonesia, sebagai pejabat pemerintahan, datang ke kampungpun hanya setahun sekali, di hari raya saja.
Kalau lebaran tiba, mereka akan berjalan bersama menuju mesjid yg ada di tengah-tengah kampung, Pak Aman berjalan selangkah di depan dia, dengan raut muka berwibawa dan Kang Amin mengiringinya jalan kakaknya. Keduanya merupakan orang-orang yang di hormati, Kang Amin karena ketulusan dan keramahannya, dan dia sangat ringan tangan membantu orang-orang di sekitarnya, Kang Amin selalu di harapkan nasihat-nasihatnya oleh orang kampung, dia laksana telaga yg menghilangkan haus orang yg meminumnya.
Keduanya mendapatkan sesuatu yang di butuhkan orang-orang yaitu pengakuan, akan keberadaan dirinya ditengah masyarakat. Kehadiran keduanya, diakui dan mendapatkan tempat di hati masyarakat. Penghormatan kepada Kang Amin adalah tulus, orang hormat karena keluhuran budi yg dia miliki, dan orang pun hormat tanpa pamrih sedikitpun. Sementara penghormatan kepada Pak Aman, karena orang-orang itu merasa takut kepada jabatan yg da pegang dan mungkin bagi para penjilat, hormat karena ada udang di balik batu. Mereka juga hormat karena segan melihat mobil sedan milik Pak Aman, apalagi melihat rumahnya di kota, yang kata orang-orang yang pernah pergi ke kota, pos satpamnya saja, lebih bagus daripada rumah orang di kampung. Jadi jangankan berani masuk, mendekat saja sudah ketakutan setengah mati, beda sekali kepada Kang Amin, tengah malam sekalipun apabila mereka butuh bantuan, mereka tidak segan untuk mengetuk rumahnya, dan tuan rumah tetap akan melayani dengan wajah penuh ketulusan. Wajah yang memancarkan kekayaan jiwa, melebihi dari segala kekayaan yang Pak Aman miliki saat ini. Dan dia pun mendapatkan penghormatan tulus, yang tidak di peroleh sedikitpun oleh Pak Aman.Orang hormat karena memang orang itu pantas di hormati, tidak tergantung segala macam embel -embel yg melekat padanya.