Senyum
Dingin angin menusuk kulit, yang berbalut jaket lusuh. Kaca mata minus menghiasi wajah sederhana itu. Senja beringsut pergi, malam pun tergopoh-gopoh menggantikannya. Kebisingan pun pelan-pelan memudar, di gantikan suara alam yang sunyi, ada perasaan mencekam menghantui Andi. Sudah hampir dua jam dia duduk di depan komputer itu. Rasa resah kembali datang menginggapinya. Seperempat abad lebih dia jalani hidup ini.
"Mas, ibu sudah cukup tua, ibu sanat berharap dapat meminang cucu dari Mas" kata sang Bunda lembut. "Iyach Mah, Mas sudah memikirkan untuk itu" jawabnya pelan "Insya Allah , minta doanya saja". Memikirkan? seperti orang memikirkan bagaimana suapay a tidru nyenyak, tentu saja jangan banyak pikiran, atau jangan dipikirkan.
"Hey, Ndi, kapan loe nyusul gue? Ach loe, masa sich ngak ada yang mau sama loe. Wajah loe ngak jelek-jelek amat kok, masih ada yang mau sama loe, atau gw mau cariin?" cerocos Monang, bagaikan berondongan suatu ketika."Iyach, gimana kabar adekku? baek-baekkan?" jawab Andi,"Ach loe jangan maen-maen sama adek gw, awas yach" jawab Monang sedikit berang. Andi pun cuma tertawa.
"Pak Andi, kapan atuh mau menyusul teman-teman yang lain"Tanya Pak Ustad."Insya Allah, Pak. Secepatnya" Jawab Andi lirih. "Amin..Ya Allah" Sambung Pak Ustad."Pak, jangan khawatir, rejeki ditanganNya, yang penting Bapak memiliki niat yang benar dan mantap, Insya Allah rejeki bisa sambil jalan. Jangan khawatir, jangan pernah sangsi dengan nikmatNya. Allah maha pemberi kepada umatNya. Sekarang mungkin Pak Andi merasa belum siap secara ekonomi, tetapi yang penting Pak Andi ada penghasilan dulu" Lanjut Pak Ustad panjang lebar."Iyach, Pak". "Bagaimana kalau Bapak tunggu supaya Pak Andi mulai memikirkan hal itu, dan mulai menyiapkan segalanya. Ketika sudah bulat datang kembali kepada Bapak, kita bicara nanti. Insya Allah Bapak bisa pertemukan dengan akhwat yang telah siap untuk memasuki jenjang itu" sambung Pak Ustad lagi."Insya Allah, Pak. Suatu saat saya akan datang kepada Bapak. Saya minta doanya saja, semoga saya dapat menjelangnya dengan penuh barakah" jawab Andi dengan bijak.
Pikiran Andi kembali berputar, semua omongan mereka adalah benar. Pernikahan adalah suatu kejadian yang mau tidak mau mesti di lewati. Sebagai manusia normal kebutuhan untuk diikat dalam lembaga pernikahan adalah suatu kebutuhan. Kalau tidak, kehidupan dia tentunya tidak akan berjalan normal. Banyak ibadah yang tidak bisa dijalankan sendiri, membutuhkan kehadiran seorang perempuan. Kehadiran seseorang itu tentunya tidak bisa hadir begitu saja dalam kehidupan kita, ada semacam proses dan ritual yang mesti dilalui.
Banyak pernikahan yang kandas, hanya seumur jagung, padahal sebelumnya mereka telah bersumpah setia dan menyatakan bahwa mereka saling cinta. Bahkan ketika sebelum pernikahan mereka yakin bahwa itu cinta yang tulus tanpa motif apapun. Tapi buktinya? Tetap saja kandas. Apakah ini berarti bahwa cinta saja tidak cukup? Ada hal-hal lain yang justru tidak mereka temukan ketika mulai jatuh cinta satu sama lain? Apakah yang menjadikan suatu pernikahan langgeng, yang justru dari hari ke hari makin dalam cinta di antara mereka. Apakah hal itu?
Cinta saja memang tidak cukup. Apakah itu materi? kecantikan? ketampanan? jabatan?. Pikiran Andi bergolak. Bukan...semua itu. Lalu apa?
Ibarat orang sedang melakukan perjalanan. Sebelum dia melangkah harus ditetapkan dulu tujuannya. Sejauh apakah? mau kemanakah? berapa lama?. Ada kemungkinan orang yang menikah dan kemudian kandas, adalah salah dalam menetapkan tujuan. Kita tidak tahu tujuan apa mereka itu menikah. Seandainya menikah hanya untuk mendapatkan kegadisan wanita itu saja. Ketika cerai dua hari kemudian pun tidak menjadi masalah. Toch malam pertama telah lewat, dan kegadisan pun telah didapat. Ada yang lebih parah lagi seandainya keduanya tanpa tujaun yang jelas, akhirnya mereka gagap, panik dan akhirnya hancurlah hubungan mereka.
Begitu pentingnya orientasi atau tujuan pernikahan ini. Akan menentukan keberhasilan rumah tangga itu. Apakah tujuan yang benar dalam pernikahan?
"Menikah adalah bersatunya dua jiwa, tujuannya adalah untuk beribadah kepadaNya, ibadah itu tiada lain untuk mengharapkan ridho Allah" Kata Pak Ustad suatu hari."Yang namanya ibadah adalah suatu bentuk kewajiban yang terus menerus, artinya baru lepas kewajiban beribadah itu, ketika nyawa lepas dari raga, seandainya itu yang jadi tujuan, pernikahan akan menjadi suatu sarana untuk mencurahkan segenap pikiran dan tenaga untuk dipertahankan. Tetapi seandainya mesti berpisah juga, itu semata-mata takdir darinya, bukan lagi karena hal-hal yng sepele. Suami dan Istri akan menghormati posisinya masing-masing, karena mereka tahu bahwa dipersatukannya mereka adalah untuk tujuan yang sangat mulia. Sehingga akan itikad kuat dari mereka untuk mempertahakan lembaga pernikahan yang mereka bangun. Dari sikap itu akan timbul jiwa-jiwa yang menerima baik kelebihan maupun kekurangan masing-masing." Pak Ustad bicara panjang lebar.
Malam pun semakin sunyi. "Ya Allah, saya telah berniat, mohon tunjukkan jalan, ampunilah seandainya dalam niat ini, ada hal-hal yang salah. Kabulkan niat kami" gumam Andi."Semilir angin sampaikan kepada dia, aku sungguh-sungguh, hingga senyum akan terukir di bibir kita".